Header Ads

Header ADS

Tri Rna - Dharma Sang DIRI

BANDAR LAMPUNG – Senin (17/6), bertepatan pada hari rerahinan umat Hindu Purnama Malasadha, berlangsung kegiatan persembahyangan di Pura Bhuana Shanti. Begitu banyak umat yang mengikuti persembahyangan bersama ini. Persembahyangan ini di pimpin langsung oleh Jero Mangku Dewa Made Raka. Setelah selesai melaksanakan persembahyangan maka dilanjutkan dengan Dharma Wacana yang dibawakan oleh I Made Ari Dana, seorang mahasiswa semester 4 dari Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Lampung. Ia yang berasal dari Sopoyono, Way Kanan, menyampaikan pesan dharma yang bertemakan “Dharma Sang Diri”.



Ari, demikian ia kerap di sapa, mengangkat tema ini dikarenakan masih rendahnya pemahaman sang diri dari umat sedharma. Padahal, menurutnya kita adalah makhluk yang diberikan kelebihan manah, idep atau pikiran dibandingkan oleh makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Ia terenyuh mengingat begitu banyak generasi muda kita yang akhirnya berpindah ke lain hati, ia keluar dari Agama Hindu, dengan alasan yang cenderung egoisentrik bahkan ada yang berpindah keyakinan karena alasan ekonomi. Padahal menurut Ari, sebagaimana di muat dalam Bhagavad Gita XVII: 23, dijelaskan bahwa ia yang meninggalkan agamanya, ajaran suci Veda atas memenuhi nafsu atau kamanya maka ia tidak akan mencapai kesempurnaan, kebebasan, kebahagiaan dan tujuan tertinggi dari kehidupan ini yaitu moksa.

Ari kembali mengingatkan kepada umat sedharma untuk kembali memahami konsep Tri Rna. Menurut Ari, Tri Rna adalah tiga hutang atau tiga kewajiban yang harus kita bayar dalam kehidupan kita ini. Apa saja itu?


  1. Dewa Rna yaitu hutang atau kewajiban kita kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Oleh karena kita memiliki hutang kepada Sang Brahman, maka kita harus menghaturkan sembah bakti kita kepada beliau. Ia telah memberikan atman yaitu percikan terkecil dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar kita bisa hidup dan melanjutkan kehidupan ini. Acara persembahyangan seperti saat ini adalah salah satu bentuk bakti kita kepada beliau karena masuk dalam apa yang di sebut dengan Dewa Yajna, sebuah korban suci kepada Tuhan Sang Pencipta.
  2. Rsi Rna yaitu hutang atau kewajiban kita kepada para maharsi. Kita memiliki hutang atau kewajiban kepada para maharsi karena daripadanyalah Veda sebagai kitab suci umat Hindu, yang merupakan wahyu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dapat di susun dan di himpun. Jika tidak ada para maharsi yang menyusunnya dan menyebarluaskannya maka kita tidak akan memahami ajaran suci ini. Untuk menghormati jasa-jasa beliau maka kita harus mengamalkan ajaran-ajaran yang telah belau susun sedemikian rupa itu.
  3. Pitra Rna yaitu hutang atau kewajiban kita kepada para leluhur. Kita bisa hidup seperti saat ini, semua itu karena jasa-jasa dari para leluhur. “Kita wajib mendoakan beliau walaupun kita tidak dapat menghapuskan dosa-dosanya karena karma wasana di kehidupan beliau sebelumnya,” ungkap Ari menjelaskan. Menurut Ari, hutang atau kewajiban dalam konsep Pitra Rna ini termasuk adalah hutang kepada orangtua kita yang masih hidup. “Rasa sakit karena melahirkan, memelihara dan membesarkan anak-anak tidak akan mampu terbayarkan walau dalam rentang 100 Tahun sekalipun,” ungkapnya lagi.

Dalam Manu Smrti Bab XI: 227, ungkap Ari, mereka yang melaksanakan kewajibannya, melaksanakan Tri Rna ini, maka setelah ia meninggal maka atman mereka akan mencapai kebahagiaan dan sebaliknya bagi mereka yang tidak melaksanakan kewajiban ini maka setelah meninggal atman mereka akan tenggelam dalam lubang neraka. Hal ini diperkuat dalam Manawa Dharma Sastra Bab VI: 35 yang mengungkapkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan tidak ada kata lain kecuali dengan melaksanakan hutang atau kewajiban kepada para dewa, para rsi, leluhur dan orangtua kita.

Ari kembali mengingatkan kepada umat sedharma untuk kembali memahami konsep Dharma Sang Diri ini. “Janganlah kita meninggalkan agama kita, keyakinan kita hanya untuk keinginan pribadi tanpa memikirkan para leluhur kita. Betapa sedihnya para leluhur kita, apabila kita tidak melaksanakan kewajiban ini bahkan ada yang dengan sengaja meninggalkan kewajiban itu,” ungkapnya. Menurut Ari, lebih baik kita melaksanakan kewajiban kita sendiri, keyakinan kita sendiri walaupun tidak sempurna, daripada kita melaksanakan keyakinan orang lain yang penuh ketaatan sekalipun. “Itu semua tidak ada gunanya,” tegasnya lagi.

Demikian pesan dharma yang diungkapkan oleh Ari. Ia meminta maaf kepada umat sedharma jika ada kata-kata yang menyinggung perasaan, jika ada yang salah. “Kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya mohon ampun,” ucapnya. Akhirnya persembahyangan pun di tutup dengan parama shanti: Om Shanti, Shanti, Shanti Om. ***

Reported by: I Wayan Eka Sura Atmaja

No comments

Powered by Blogger.